Susi Pudjiastuti, Inilah Sepenggal Kisah Hidup Saya
Susi Pudjiastuti, Inilah Sepenggal Kisah Hidup Saya
Selasa, 00 0000 00:00 WIB

Inilah sepenggal kisah dari saya, Saya mengenal dunia usaha sejak remaja. Tepatnya sejak saya memutuskan untuk meninggalkan bangku sekolah tahun 1982. Waktu itu saya baru kelas 2 SMA. Saya sadar dengan hanya berbekal ijazah SMP, tak akan ada satupun perusahaan yang mau mempekerjakan saya. Kalaupun ada hanya sebatas sebagai cleaning service.

Tapi pada saat itu saya yakin bahwa putus sekolah bukanlah akhir dari segalanya. Meskipun mungkin keputusan itu salah; saya tidak pernah menyesalinya. Yang saya sangat tahu waktu itu adalah "School was just not my thing". Saya selalu punya keyakinan kalau kita mau berbuat sesuatu pasti akan ada jalan, saya selalu percaya bahwa manusia diberi pilihan untuk menciptakan jalan hidup yang dipilihnya.

Saya ciptakan sebuah usaha, pekerjaan yang yakin akan menghasilkan uang, di mana akhirnya saya tidak harus bergantung dengan orang lain.

Saya tidak suka ketergantungan, karena ketergantungan akan mengurangi kemandirian. Tanpa kemandirian kita akan selalu dalam keterbatasan dalam menciptakan atau mengerjakan sesuatu, sehingga akhirnya hasilnya tidak sesuai dengan yang kita rencanakan.

Kehidupan nelayan di Pangandaran dan pesisir Pantai Selatan Jawa, begitu keras dan penuh resiko, dinihari melaut siang/sore baru pulang, setiap hari tidak peduli ombak atau cuaca untuk sebuah keyakinan. Ini banyak memberikan kepada saya keyakinan & lebih mengerti makna hidup adalah sebuah keyakinan.

Masa-masa itu untuk bertahan hidup saya jualan Bed Cover, cengkeh, hingga akhirnya menjual ikan hasil tangkapan para nelayan. Pokoknya apa saja yang bisa saya kerjakan akan saya kerjakan.

Ketika pada akhirnya saya fokus di bisnis hasil tangkapan Lobster nelayan, peluang besar itu akhirnya datang. Tantangannya adalah saya harus membawa Lobster hidup dari Pangadaran ke Jakarta untuk diekspor ke luar negeri.

Perjalanan yang jauh, berjam-jam membuat angka kematian sangat tinggi. Hal ini membuat saya bertekad menerbangkan lobster-lobster hidup tadi dengan pesawat kecil ke Jakarta. Para pemimpin masa depan, dalam hidup ini kita juga harus berani mengambil resiko.

Ini terjadi ketika saya kembali nekat memutuskan mendaratkan pesawat kecil saya di Meulaboh dan Pulau Simeuleu, setelah tsunami menggerus pesisir timur propinsi NAD. Semua orang tergerak untuk membantu, termasuk saya. Tanpa izin terbang bahkan ijin operasi, tanpa kepastian bisa mendarat atau tidak, saya akhirnya bisa meyakinkan semua pihak, Meulaboh bisa ditembus lewat udara.

Dan sejak hari itu bantuan mengalir ke sana. Ini bukanlah kisah heroik saya. Namun, ada perasaan "Hangat" (saya merasakan "good feeling" yang luar biasa!) menyusup ke dalam hati kita, ketika kita mampu berbuat sesuatu untuk orang lain karena kita bisa & memutuskan untuk melakukannya.

Keyakinan, keberanian seperti inilah yang membuat saya bertahan dan menjadi seperti sekarang ini; membawa pesawat-pesawat kecil saya menembus pedalaman, pelosok Indonesia.

Pemimpin masa depan, saya tahu tidaklah mudah memulai sebuah usaha di negeri kita tercinta ini. Begitu banyak barikade yang harus kita hadapi, dari regulasi yang tidak fleksibel, paper work exercise yang berlapis yang mencekik kita, bahkan setelah kita menjadi sebesar sekarang.

Tapi itulah tantangan kita, untuk membuat lingkungan usaha lebih kondusif bagi semua pihak, untuk menciptakan lapangan kerja dan kesempatan untuk lebih banyak anak bangsa. Yang saya lakukan hanyalah sebagian dari tujuan kita untuk menjadi bagian Indonesia. Memudahkan, mendekatkan anak-anak bangsa dengan ibu kota, atau kabupaten dengan propinsi.

Mengubah hari perjalanan menjadi hanya satu jam atau dua jam saja. Ikut berpartisipasi menjaga NKRI. Pesan saya untuk para pemimpin masa depan: mulailah ubah pola pikir kita, untuk selalu mau bekerja keras jangan berleha-leha.

Sangatlah tidak pantas di negeri yang kaya raya; kita menjadi miskin. Seperti tikus mati di lumbung padi. Sumber daya apa yang kita tidak punyai di negeri ini?

Saya tahu saya orang yang tidak mau diatur, diperintah atau disuruh untuk melakukan hal-hal yang tidak sesuai dengan hati nurani, tapi itulah yang membuat saya menjadi manusia dengan pikiran merdeka.

Pemimpin masa depan, yakinlah keberhasilan kita untuk masa depan bangsa kita hanya kita dapatkan dengan jiwa & pikiran yang merdeka & mandiri. (dikutip dari merdeka.com)

.

Tulisan Populer